Rabu, 01 Juni 2011

Hindu Agama Yang Indah


Dalam kehidupan kita sekarang bermasyarakat, banyak yang mengatakan bahwa agama Hindu merupakan suatu agama penyembah berhala, hingga muncul pula anggapan yang mengatakan bahwa agama Hindu adalah agama Bumi. Dalam hal ini harusnya kita dapat menyimak dari apa yang diungkapkan oleh oknum-oknum tersebut sebagai sebuah bahan galian terhadap agama kita, jangan malah menentang mereka dengan sebuah perdebatan yang akhirnya menjerumuskan kita pada suatu perpecahan. Kita harus dapat menghargai  apa yang menjadi argument  dari orang lain. Karena merupakan sebuah kewajiban bagi kita sebagai umat Hindu dapat menghargai pendapat orang lain. Mari kita renungi bersama, apa jadinya jika pernyataan seperti itu kita bantah, bahkan menyerang  balik mereka dengan berbagai argument yang membuat mereka menjadi sakit juga. Terkait dengan Sloka dalam Bhagavad Gita “vasu deva khutum bhakam” Itu sebenarnya sama saja dengan kita menyakiti diri sendiri, karena kita telah menyakiti saudara sendiri yang merupakan sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
            Agama Hindu merupakan agama yang paling seringkali mendapat hinaan dari umat lain. Hal itu terkadang sering membuat umat Hindu menjadi marah dan tidak terima atas hinaan tersebut. Jika kita renungi apa yang diungkapkan oleh umat lain tersebut sebenarnya kita tidak perlu memberikan suatu perlawanan sedikitpun. Tidak melawan bukan berarti kita kalah atau takut terhadap mereka. Mari kita simak bersama, agama Hindu dikatakan sebagai agama penyembah berhala? Itu merupakan suatu yang wajar saja jika mereka berargumen seperti itu, karena mereka melihat dari tata cara ritual agama Hindu di Bali selama ini yang banyak menggunakan Pratima. Jadi kita tidak bisa menyalahkan mereka karena mereka tidak paham dengan baik apa sebenarnya makna dan tujuan dari ritual yang dilakukan oleh umat Hindu khususnya yang ada di Bali. Untuk menghindari konflik dengan mereka yang kurang pemahamannya tentang agama Hindu kita harus dapat menjadi orang yang bijak, untuk menghormati kitab suci Veda yang selama ini menjadi kita banggakan sebagai kitab suci yang tertua yang penuh dengan ajaran kebijaksanaan.
            Memahami agama yang besar seperti agama Hindu memanglah sangat sulit. Dalam memahami agama Hindu itu, ibarat orang yang buta ingin memahami seekor gajah yang besar. Jika orang itu hanya meraba kakinya, maka orang buta tersebut hanya akan mengatakan bahwa gajah itu berkaki besar dan dia tidak tau yang lainnya. Seperti itulah masyarakat pada umumnya dalam memahami ajaran agama Hindu. Mereka hanya melihat satu dari ribuan ajaran agama Hindu sudah mengemukakan suatu kritik yang pedas, yang sesungguhnya jika mereka  mempelajari lebih dalam inti dari ajaran agama Hindu mereka akan menjadi terpana oleh fleksibelnya ajaran yang diberikan dalam Veda. Mereka yang tidak memahami ajaran Veda mengatakan bahwa, agama Hindu adalah agama yang tidak jelas dan tidak memiliki suatu aturan yang mengatur umatnya?  Namun sesungguhnya agama Hindu bukannya suatu agama yang tidak mempunyai suatu aturan, tapi hal itu disebabkan oleh fleksibelnya ajaran yang ditanamkan dalam Veda. Ajaran Veda memiliki sifat seperti air yang bilamana dimasukan kedalam suatu wadah maka air itu tidak akan merubah bentuk dari wadah itu, melainkan menyerupai bentuk yang ada. Hal itu mengakibatkan sistem pemujaan yang diterapkan antara daerah satu dengan daerah yang lainnya berbeda.
            Manusia memiliki berbagai karakteristik yang berbeda dalam melakukan suatu pemujaan kepada Tuhan. Ada manusia yang percaya kepada Tuhan secara Nirguna Brahman ( Tuhan yang tak terwujud), ada yang percaya kkepada Tuhan yang Sa Guna Brahman (Tuhan yang berbentuk atau Tuhan yang diwujudkan kedalam symbol-simbol tertentu) dan ada pula yang tidak percaya  kepada Tuhan.

Spiritual Bukan Ajang Pamer


            Seiring dengan perkembangan zaman, banyak hal yang sudah mengalami perubahan baik itu kualitas individu dari masyarakat dan juga tingkat spiritualnya. Hal itu terjadi seiring dengan tuntutan zaman yang sudah semakin kompleks yang mengakibatkan masyarakat harus bekerja keras untuk memenuhi tuntutan zaman tersebut. Seiring dengan itu pula tingkat perkembangan spiritual generasi Hindu sekarang sudah semakin meningkat yang dikarenakan mulai munculnya berbagai ajaran kerohanian. Kemunculan berbagai ajaran kerohanian yang sekarang lebih umum dienal dengan ajaran spiritual sepertinya memberikan suatu angain segar kepada masyaraka, walaupun masih banyak mendapatkan tanggapan yang negative yang bersifat menolak akan kehadiran ajaran spiritual yang bersumber dari veda ini. Dengan adanya banyak cercaan dan hinaan yang menimpa para pengikut ajaran spiritual ini ternyata tidak meyurutkan semangat mereka untuk terus belajar, terbukti hingga kini para pengikut ajaran spiritual ini semakin banyak dan bahkan semakin banyak pula ajaran spiritual yang baru dan berkembang dengan pesat. Melihat kondisi yang seperti ini saya sebagai generasi muda merasa amat senang karena masyarakat sekarang sudah mulai banyak yang mengenal tentang ajaran spiritual.
            Dengan banyaknya masyarakat yang sudah mulai mengenal tentang ajaran spiritual ternyata tidak memberikan dampak yang cukup baik dala lingkungan masyarakat. Banyak hal negative yang terjadi dilingkungan masyrakat yang disebabkan oleh para oknum spiritual. Contohnya, sering saya mendengar dari teman saya yang ngakunya orang spiritual, kemudian dia memberikan suatu saran kepada temannya dengan nada yang agak sinis sehingga kurang enak untuk didengar dan seolah-olah memaksa bahwa harus dilakukan. Dia mengatakan bahwa harus vegetarianlah, harus sering puasa dan harus rajin sembahyang. Ajaran yang saya ikuti ini bersumber dari veda inilah yang benar dan inilah yang harus dilaksanakan oleh masyarakat. Jika dicermati nasehat dri teman saya tadi memanglah amat baik untuk dilaksanakan, tapi haruskah dengan nada yang memaksa? Dan haruskah dalam penyampaiannya ada kata “harus”?. Pernyataan yang demikian amat saya sayangkan terucap dari seseorang yang ber labelkan orang spiritual. Jika saya diberikan sebuah pernyataan yang demikian, hal yang pertama terlintas dalam benak saya adalah apakah ornga tersebut sudah melakukannya?
            Menasehati seseorang yang sedang dalam keadaan tersesat amatlah sangat mulia, tetapi apakah orang akan mau melakukan hal yang tidak pernah dilakukan oleh orang yang menasehati? Sebelum menasehati seseorang hendaknya nasehatilah diri sendiri terlebih dahulu dan jadilah contoh yang baik (God Model).  Terkait dengan hal ini ada sebuah cerita tentang seorang brahmana yang hendak menasehati seorang anak kecil, pada suatu hari ada seorang ibu dengan anaknya datang kesebuah pertapaan brahmana, ibu itu datang dengan masud agar brahmana ini bersedia memberikan nasehat kepada anaknya agar berhenti makan manisan. Setelah bertemu degan brahmana tersebut kemudian brahmana itu menyarankan agar anaknya itu disuruh datang dua minggu kemudian tanpa memberikn nasehat apapun kepada anaknya. Setelah dua minggu berlalu, ibu itu kembali membawa anaknya datang ketempat brahmana itu, kemudian setelah bertemu dengan brahmana itu, dinasehatilah anaknya dengan berkata, “cucuku berhentilah engkau makan manisan, karena manisan itu sangat tidak baik bagi kesehatanmu”, setelah berkata demikian anak itu pun mengiyakan apa yang telah disarankan oleh brahmana itu karena anak itu sangat patuh dengan apa yang dinashatkan oleh brahmana tersebut. Karena merasa penasaran ibu dari anak tersebut bertanya kepada brahmana itu,”mengapa untuk mengatakan nasehat yang seperti itu anda harus menunggu waktu selama dua minggu? “ kemudian dengan tersenyum, brahmana itu menjawab “ aku tidak memeberikan nasehat pada saat kamu datang pertama, karena pada saat itu aku juga sangat senang makan manisan, oleh sebab iitu aku tidak mungkin menasehati anakmu untuk tidak makan manisan sedangkan aku sendiri masih memakannya, dan selama dua minggu aku telah berhenti makan manisan aku pun dapat menasehati anakmu”. Dari cerita tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa sangatlah mustahil bagi seseorang dapat memberikan sebuah keyakinan agar seseorang itu menerima nasehat sedangkan yang memberi nasehat masih melakukannya.
            Spiritual merupakan sebuah jalan untuk menyelamatkan jiva dari lautan samsara. Jadi gunakanlah spiritual ini untuk menyelamatkan diri kita atau sang diri terlebih dahulu, barulah menyelamatkan orang lain. Tidak mungkin ada orang yang dirinya masih terperusok kedalam lumpur kehidupan mampu menyelamatkan orang lain yang juga terperosok? Pastinya dia akan menyelamatkan dirinya sendiri terlebih dahulu barulah dia dapat menyelamatkan orang lain. Oleh sebab itu, spiritual bukanlah ajang untuk memamerkan ajaran atau ilmu yang diperoleh, karena spiritual merupakan sebuah jalan yang menggali kedalam diri sendiri, setelah diri sendiri mampu melaksanakannya barulah ilmu itu digunakan untuk menolong orang.
            Dengan pemahaman yang sempit terhadap ajaran spiritual yang diselami, maka akan mengarahkan manusia pada pemikiran yang sempit dan meningkatkan egoisme. Egoisme yang tumbuh ini akan mengakibatkan seseorang itu menjadi angkuh dan menyombongkan dirinya. Padahal apa yang diajarkan pada ajaran spiritual sangatlah luas dan bersifat kedalam, lebih pada penekanannya, spiritual bukanlah suatu hal untuk ajang pamer dan menyombongkan apa yang telah dipelajari, tetapi berprinsif semakin merunduk sebagai tanda kepasrahan kita kepada Tuhan, bukan pamer.

Dilema Dalam Ber-Agama



            Orang beragama dengan sepenuh hati tanpa mau atau berani untuk menentang apa yang telah diajarkan oleh kitab sucinya karena menurut mereka apa yang telah tertulis dalam kitab suci merupakan suatu hal yang wajib untuk ditaati dan dilaksanakan karena itu semua merupakan wahyu dari Tuhan. Pandangan yang sepertti ini terkadang terkesan sangat dogmatis sekali bagi manusia sebagai makhluk sosial. Jika memang demikian, lalu bagaimana jika dalam kitab suci itu terdapat ayat yang tidak relevan dengan kehidupan sekarang, apakah manusia harus seperti bayi yang menerima dan memakan apa yang diberikan oleh ibunya? Lalu, apalah artinya Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan pikiran? Bukankah pikiran itu harus dapat dimanfaatkan dengan baik agar dalam hidup ini kita dapat menjadi manusia yang lebih baik?
            Adanya kejanggalan dalam kitab suci itu sudah banyak sekali terlihat dan hampir setiap penganut yang mendalami agamanya merasakan hal yang demikian yang sebenarnya itu merupakan kesalahan dalam penafsirannya. Tetapi sayangnya, walaupun banyak yang telah paham akan hal tersebut merasa enggan untuk mengoreksi hal tersebut dengan alas an bahwa itu merupakan kitab sucinya jadi mau tidak mau harus mereka percayai tanpa mempermasalahkan apa yang sebenarnya memang sudah salah. Paham yang demikian sebenarnya tanpa kita sadari memberikan dampak yang sangat buruk sekali dalam hidup kitabermasyarakat. Contoh kecil, apabila dalam suatu keluarga terdapat satu orang yang berstatus sebagai pencuri ataupun koruptor dan semua keluarganya sudah tau akan tindakan buruknya tersebut, tetapi pihak keluarga merasa enggan untuk mengungkap hal tersebut, bahkan mereka terkesan menutupi keburukan tersebut. Karena menurut pandangan mereka, aib keluarga juga merupakan aib kita prbadi jadi harus kita tutupi agar tak ada yang tau. Contoh tadi merupakan suatu kenyataan yang pahit dalam kehidupan kita bermasyarakat dan hal itu memang benar demikian adanya. Orang cenderung enggan menegakan kebenaran karena faktor kepemilikan, entah itu keluarga maupun agama. Itulah efek bagi masyarakat kita yang seolah-olah berharap tidak mau membuat citra dirinya menjadi buruk dengan menutupi suatu kebohongan dan ketidak benaran dalam suatu agama. Agama seakan menjadi sebuah dilema bagi masyarakat, disatu sisi mereka inngin agar apa yang ada dalam kitan sucinya itu tidak lagi berteentangan dengan dirinya tetapi disisi lainnya mereka tanpa sadar menumbuhkan egoisme yang tinggi dengan menutupi penyalah tafsiran dari agamanya, agar dari luar terkesan bahwa agamanya tak tercela dan tak terbantahkan bahwa itu merupakan wahyu dari Tuhan.
            Kenapa susah untuk berkata yang jujur akan kekotoran diri, bukankah dengan kita jujur hal itu akan dapat membersihkan kita dari kekotoran itu sendiri? Mengapa kita biarkan agama ini menjadi sebuah dilemma bagi masyarakat yang lainnya? Mungkin bagi masyarakat yang sudah mempunyai pemahaman yang luas tentang agama akan paham dan mampu memberikan penafsiran tentang kesalahan-kesalahan penafsiran ayat dalam kitab sucinya, tetapi apakah masyarakat yang awam bisa? Jangan gunakan ukuran baju kita untuk orang lain. Orang yang awam dan tak berpendidikan akan menyerap apa yang ada sesuai dengan penafsiran yang ada dalam kitab suci tersebut. Walaupun hal itu salah mereka tidak akan paham dan mungkin mereka takan peduli, karena pandangan mereka adalah apa yang ada dalam kitab suci itulah yang paling benar, walaupun salah karena mereka tidaak paham. Oleh sebab itu,  mengapa bukan kita sebagai yang sedikitnya telah paham akan penyalah tafsiran itu yang memberikan peneangan kepada mereka yang belum paham, supaya jangan sampai orang beragama dalam kesalahan. Karena orang yang bijak adalah orang yang rela membagi ilmunya walaupun hanya sedikit dan itu bisa dipahami oleh orang banyak, dari pada menguasai banyak ilmu tapi tak pernah mau berbagi, itu sama halnya dengan orang yang sesat karena manusia adalah makhluk sosial bukan makhluk individu.
            Jadi, apakah kita semua akan tetap membiarkan budaya menyembunyikan hal yang buruk yang berkaitan tentang agama ataupun keluarga yang sudah sekian lama merusak moral masyarakat kita? Mari kita belajar untuk mengungkap kebenaran dan hilangkan budaya yang buruk. Walaupun sesaat akan membuat kita mrasa tersakiti dengan keadaan ini tapi hanya sebentar, dari pada harus kita pendam terus dan dalam hati selalu bertentangan, hal itu akan membuat kita menjadi lebih menderita. Jangan biarkan agama ini selamanya menjadi dilema bagi masyarakat yang akan mengarahkan munculnya egoisme pribadi dalam masyarakat. Mulailah membuka mata dan berikan pemahaman yang benar kepada masyarakat, karena kesalahan dalam menafsirkan sebuah mantra, ayat, sloka dan yang lainnya akan mengakibatkan doa yang dilantunkan oleh masyarakta menjdi sangat sia-sia.

SADARKAH KITA ??


           Manusia dizaman  sekarang ini yang disebut juga sebagai zaman kali, dimana pada zaman ini pola pikir manusia sudah sangat merosot dan kejahatan pun terjadi dimana-mana. Sifat ketuhanan yang merupakan keutamaan manusia  sudah semakin tenggelam oleh pengaruh maya yang sangat kuat menyelubungi kesadaran sang atman sehingga kata-kata Tuhan yang biasa terdengar dari hati sanubari manusia sudah semakin hilang dan tidak diperdengarkan lagi karena sifat maya yang demikian kuat menyelimutinya. Akibat hal itu, manusia kini ibarat seperti orang buta yang sudah kehilangan tongkatnya. Hilangnya tongkat kesadaran sang atman mengakibatkan manusia mulai kehilangan arah dan lepas dari ajaran dharma.” Dhrmaning sebagai seorang manusia, swadharmaning dharma”,  kata-kata itu sebenarnya masih sangat sering kita dengarkan dari tokoh-tokoh agama Hindu, tapi untuk implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat sudah sangat jarang sekali.
         Zaman sekarang ini manusia sudah semakin dimanjakan oleh kecanggihan tekhnologi yang ada sehingga mengakibatkan manusia itu lupa akan dirinya yang sebenarnya, mereka lupa untuk apa mereka harus ada. Orang-orang sekarang lebih mengutamakan pemenuhan dari hawa nafsu dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan diri mereka yang sejati. Apa itu pemenuhan diri yang sejati? Pemenuhan diri yang sejati adalah dimana orang itu melakukan sesuatu karena dia butuh, bukan karena dia ingin. Disini akan saya paparkan sebuah ilustrisi dimana manusia itu dikatakan condong lebih melakukan pemenuhan keinginan, yaitu ketika seseorang pemuda mendapatkan kiriman uang dari orang tuanya, dia akan merasa memiliki uang yang banyak, pada saat itu dia merasa sangat leluasa untuk membeli apapun yang ia mau, seperti membili pakaian dan minum-minuman keras dengan beberapa temannya, padahal pada saat yang bersamaan seharusnya dia harus membeli beberapa keperluan untuk dia kuliha bahkan harus membayar SPP, tetapi hal  itu diabaikan, dan dia lebih memilih menghamburkan uangnya bersama teman-temannya dan membeli sesuatu yang sebenarnya belum diperlukan. Hal itu merupakan sebuah ciri bahwa manusia telah mengikuti keinginan hawa nafsunya dan berfoya-foya bersama teman-temannya. Dengan kegiatan yang demikian maka apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan inti yang harus dipenuhi olehnya menjadi terabaikan. Pemenuhan hawa nafsu tersebut merupakan sebuah penghambat dari kesuksesan individual dan spiritual mereka sendiri.