Rabu, 01 Juni 2011

Spiritual Bukan Ajang Pamer


            Seiring dengan perkembangan zaman, banyak hal yang sudah mengalami perubahan baik itu kualitas individu dari masyarakat dan juga tingkat spiritualnya. Hal itu terjadi seiring dengan tuntutan zaman yang sudah semakin kompleks yang mengakibatkan masyarakat harus bekerja keras untuk memenuhi tuntutan zaman tersebut. Seiring dengan itu pula tingkat perkembangan spiritual generasi Hindu sekarang sudah semakin meningkat yang dikarenakan mulai munculnya berbagai ajaran kerohanian. Kemunculan berbagai ajaran kerohanian yang sekarang lebih umum dienal dengan ajaran spiritual sepertinya memberikan suatu angain segar kepada masyaraka, walaupun masih banyak mendapatkan tanggapan yang negative yang bersifat menolak akan kehadiran ajaran spiritual yang bersumber dari veda ini. Dengan adanya banyak cercaan dan hinaan yang menimpa para pengikut ajaran spiritual ini ternyata tidak meyurutkan semangat mereka untuk terus belajar, terbukti hingga kini para pengikut ajaran spiritual ini semakin banyak dan bahkan semakin banyak pula ajaran spiritual yang baru dan berkembang dengan pesat. Melihat kondisi yang seperti ini saya sebagai generasi muda merasa amat senang karena masyarakat sekarang sudah mulai banyak yang mengenal tentang ajaran spiritual.
            Dengan banyaknya masyarakat yang sudah mulai mengenal tentang ajaran spiritual ternyata tidak memberikan dampak yang cukup baik dala lingkungan masyarakat. Banyak hal negative yang terjadi dilingkungan masyrakat yang disebabkan oleh para oknum spiritual. Contohnya, sering saya mendengar dari teman saya yang ngakunya orang spiritual, kemudian dia memberikan suatu saran kepada temannya dengan nada yang agak sinis sehingga kurang enak untuk didengar dan seolah-olah memaksa bahwa harus dilakukan. Dia mengatakan bahwa harus vegetarianlah, harus sering puasa dan harus rajin sembahyang. Ajaran yang saya ikuti ini bersumber dari veda inilah yang benar dan inilah yang harus dilaksanakan oleh masyarakat. Jika dicermati nasehat dri teman saya tadi memanglah amat baik untuk dilaksanakan, tapi haruskah dengan nada yang memaksa? Dan haruskah dalam penyampaiannya ada kata “harus”?. Pernyataan yang demikian amat saya sayangkan terucap dari seseorang yang ber labelkan orang spiritual. Jika saya diberikan sebuah pernyataan yang demikian, hal yang pertama terlintas dalam benak saya adalah apakah ornga tersebut sudah melakukannya?
            Menasehati seseorang yang sedang dalam keadaan tersesat amatlah sangat mulia, tetapi apakah orang akan mau melakukan hal yang tidak pernah dilakukan oleh orang yang menasehati? Sebelum menasehati seseorang hendaknya nasehatilah diri sendiri terlebih dahulu dan jadilah contoh yang baik (God Model).  Terkait dengan hal ini ada sebuah cerita tentang seorang brahmana yang hendak menasehati seorang anak kecil, pada suatu hari ada seorang ibu dengan anaknya datang kesebuah pertapaan brahmana, ibu itu datang dengan masud agar brahmana ini bersedia memberikan nasehat kepada anaknya agar berhenti makan manisan. Setelah bertemu degan brahmana tersebut kemudian brahmana itu menyarankan agar anaknya itu disuruh datang dua minggu kemudian tanpa memberikn nasehat apapun kepada anaknya. Setelah dua minggu berlalu, ibu itu kembali membawa anaknya datang ketempat brahmana itu, kemudian setelah bertemu dengan brahmana itu, dinasehatilah anaknya dengan berkata, “cucuku berhentilah engkau makan manisan, karena manisan itu sangat tidak baik bagi kesehatanmu”, setelah berkata demikian anak itu pun mengiyakan apa yang telah disarankan oleh brahmana itu karena anak itu sangat patuh dengan apa yang dinashatkan oleh brahmana tersebut. Karena merasa penasaran ibu dari anak tersebut bertanya kepada brahmana itu,”mengapa untuk mengatakan nasehat yang seperti itu anda harus menunggu waktu selama dua minggu? “ kemudian dengan tersenyum, brahmana itu menjawab “ aku tidak memeberikan nasehat pada saat kamu datang pertama, karena pada saat itu aku juga sangat senang makan manisan, oleh sebab iitu aku tidak mungkin menasehati anakmu untuk tidak makan manisan sedangkan aku sendiri masih memakannya, dan selama dua minggu aku telah berhenti makan manisan aku pun dapat menasehati anakmu”. Dari cerita tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa sangatlah mustahil bagi seseorang dapat memberikan sebuah keyakinan agar seseorang itu menerima nasehat sedangkan yang memberi nasehat masih melakukannya.
            Spiritual merupakan sebuah jalan untuk menyelamatkan jiva dari lautan samsara. Jadi gunakanlah spiritual ini untuk menyelamatkan diri kita atau sang diri terlebih dahulu, barulah menyelamatkan orang lain. Tidak mungkin ada orang yang dirinya masih terperusok kedalam lumpur kehidupan mampu menyelamatkan orang lain yang juga terperosok? Pastinya dia akan menyelamatkan dirinya sendiri terlebih dahulu barulah dia dapat menyelamatkan orang lain. Oleh sebab itu, spiritual bukanlah ajang untuk memamerkan ajaran atau ilmu yang diperoleh, karena spiritual merupakan sebuah jalan yang menggali kedalam diri sendiri, setelah diri sendiri mampu melaksanakannya barulah ilmu itu digunakan untuk menolong orang.
            Dengan pemahaman yang sempit terhadap ajaran spiritual yang diselami, maka akan mengarahkan manusia pada pemikiran yang sempit dan meningkatkan egoisme. Egoisme yang tumbuh ini akan mengakibatkan seseorang itu menjadi angkuh dan menyombongkan dirinya. Padahal apa yang diajarkan pada ajaran spiritual sangatlah luas dan bersifat kedalam, lebih pada penekanannya, spiritual bukanlah suatu hal untuk ajang pamer dan menyombongkan apa yang telah dipelajari, tetapi berprinsif semakin merunduk sebagai tanda kepasrahan kita kepada Tuhan, bukan pamer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar