Jumat, 06 Januari 2012


Y A D N Y A 

1.1  Latar Belakang
Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Seperti dalam sloka dikatakan:

    Sahayajnah prajah strishtva
    puro vácha prajapatih
    anena prasavishya dhvam
    esha va stv ishta kamadhuk (Bh. G. III.10)

Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan bersabda: "dengan ini (yadnya) engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan (kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu".
            Sloka tersebut diatas mengisyaratkan kepada kita bahwa Tuhanpun selalu melakukan yadnya di dalam menciptakan alam semesta, sebab bila Beliau berhenti beryadnya maka duniapun akan hancur atau Pralaya. Sehingga sudah seharusnyalah kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, patut bersyukur atas hal tersebut dengan jalan melaksanakan Yandya. Dan khususnya tentang Dewa Yadnya, dimana hal ini dilandasi oleh hutang (Dewa Rna).
            Namun dalam kenyataannya, dalam pelaksanaan khususnya Dewa Yadnya sangat kurang akan pemahaman atau maknanya. Sehingga umat Hindu kadang-kadang dalam pelaksanaan Yadnya, khususnya Dewa Yadnya lebih bersifat pamer atau menunjukkan kesemarakan tanpa pemaknaan yang jelas.
            Sehingga permasalahan tersebutlah yang melatar belakangi kami untuk membahas paper dengan judul “Dewa Yadnya”, dimana dengan hal ini kami ingin memberikan pemahaman yang benar terhadap umat.


1.2  Rumusan Masalah
Merujuk dari latar belakang tersebut, maka hal yang akan kami bahas adalah:
1.      Pengertian Yadnya.
2.      Pengertian Dewa Yadnya, beserta tujuan pelaksanaan Dewa Yadnya.

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari peper ini adalah:
  1. Memperdalam pengetahuan tentang Dewa Yadnya.
  2. Memberikan pemahaman yang benar tentang Dewa Yadnya.

1.4  Metode penulisan
Adapun metode penulisan yang kami gunakan dalam makalah ini adalah:
“Metode pustaka” yaitu memcari sumber dalam buku dan juga mencari sumber di dalam media teknologi yaitu situs-situs dalam Internet, untuk menunjang dalam penyusunan makalah ini.



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN YADNYA

Kalau ditinjau secara dari ethimologinya, kata yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata "yaj" yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Kata itu juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai perantara. Dari urat kata ini timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama dengan Brahma.
Yadnya (yajna), dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu contoh perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala isinya dengan yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan tulus iklas sebagai pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Dengan demikian jelaslah bahwa yadnya mempunyai arti sebagai suatu perbuatan suci yang didasarkan atas cinta kasih, pengabdian yang tulus iklas dengan tanpa pamerih. Kita beryadnya, karena kita sadar bahwa Hyang Widhi menciptakan alam ini dengan segala isinya termasuk manusia dengan yadnyanya pula. Penciptaan Hyang Widhi ini didasarkan atas korban suci-Nya, cinta dan kasih-Nya sehingga alam semesta dengan segala isinya ini termasuk manusia dan mahluk-mahluk hidup lainnya menjadi ada, dapat hidup dan berkembang dengan baik. Hyang Widhilah yang mengatur peredaran alam semesta berserta segala isinya dengan hukum kodrat-Nya, serta perilaku kehidupan mahluk dengan menciptakan zat-zat hidup yang berguna bagi mahluk hidup tersebut sehingga teratur dan harmonis. jadi untuk dapat hidup yang harmonis dan berkembang dengan baik, maka manusia hendaknya melaksanakan yadnya, baik kepada Hyang Widhi beserta semua manifestasi-Nya, maupun kepada sesama makhluk hidup. Semua yadnya yang dilakukan ini akan membawa manfaat yang amat besar bagi kelangsungan hidup makhluk di dunia
    Ishtan bhogaan hi vo deva
    dâsyante yahjna bhavitah
    tair dattan apradayai byo
    yo bhunkte stena eva sah. (Bh. G.III.12)

    Sebab dengan yadnyamu (pujaanmu) Hyang Widhi (dewata) akan memberkahi kebahagiaan bagimy, dia yang tidak membalas rakhmat ini kepada-Nya, sesungguhnya adalah pencuri.

    Yajna sishtasinah santo
    muchyante sarva kilbishaih
    bhunjate te ty agham papa
    ye paehamty atma karanat. (Bh. G.III.13)

    Yang baik makan setelah upacara bakti akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini, sesungguhnya makan dosa.
Sesorang hendaknya menyadari , bahwa sesuatu yang dimakan, dipakai maupun yang digunakan dalam hidup ini pada hakikatnya adalah karunia Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Berdosalah ia yang hanya suka menerima namun tidak mau memberi. Setiap orang ingin terlepas dari segala dosa, maka itu setiap orang patut beryadnya. Dengan yadnya, Hyang Widhi akan memberkahi kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Dia yang tidak beryadnya, yang tidak membalas rahmat yang ia terima sebagaimana yadnya dan anugrah yang diberikan oleh Hyang Widhi, sesungguhnya ia itu adalah pencuri.
Jadi dengan memperhatikan sloka di atas, maka jelaslah bahwa yadnya adalah suatu amal ibadah agama yang hukumnya adalah wajib atau setidak-tidaknya dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat manusia yang iman terhadap Hyang Widhi. Seseorang hendaknya mengabdikan diri kepada-Nya dengan penuh kesujudan dan rasa bakti dengan mengadakan pemujaan dan persembahan yang dilakukan secara tulus iklas.
Jika kita mengkaji dari berbagai satra suci, tentunya banyak sumber-sumber sastra yang menyebutkan. Namun pada intinya Yadnya dapat dibagi menjadi lima atau yang disebut dengan Panca Yadnya. Seperti apa yang disebutkan dalam kitab Menawa Dharmasastra, pelaksanaan yadnya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu, Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, dan Bhuta yadnya. Namun dalam hal ini yang akan kita bahas secara mendalam ialah tentang Dewa Yadnya.

2.2. DEWA YADNYA
Dewa yadnya ialah suatu korban suci/ persembahan suci kepada Sang Hyang Widhi Wasa dan seluruh manifestasi-Nya yang terdiri dari Dewa Brahma selaku Maha Pencipta, Dewa Wisnu selaku Maha Pemelihara dan Dewa Siwa selaku Maha Pralina (pengembali kepada asalnya) dengan mengadakan serta melaksanakan persembahyangan Tri Sandhya (bersembahyang tiga kali dalam sehari) serta Muspa (kebaktian dan pemujaan di tempat- tempat suci). Korban suci tersebut dilaksanakan pada hari- hari suci, hari peringatan (Rerahinan), hari ulang tahun (Pawedalan) ataupun hari- hari raya lainnya seperti: Hari Raya Galungan dan Kuningan, Hari Raya Saraswati, Hari Raya Nyepi dan lain- lain.
Dalam bahasa Sanskrit Dewa Yadnya berasal dari urat kata “Div” yang artinya sinar suci, jadi pengertian Dewa adalah sinar suci yang merupakan manifestasi dari Tuhan yang oleh umat Hindu di Bali menyebutnya Ida Sanghyang Widhi Wasa. Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Jadi Upacara Dewa Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan Tuhan dan sinar-sinar suciNya yang disebut dewa-dewi

2.2.1 Tujuan Pelaksanaan Dewa Yadnya
Pada dasarnya Yadnya itu bertujuan untuk membayar hutang (Rna) yaitu hutang budi dan hutang kepada Tuhan(Sang Hyang Widhi Wasa). Karena berkat yadnya Tuhanlah Alam Semesta beserta isinya ini diciptakan.
            Para Dewa adalah Cahaya atau sinar Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang dikuasakan untuk menjaga alam semesta beserta isinya. Karena itu para Dewa harus dipuaskan dengan pelaksanaan Yadnya-yadnya yang sudah ditentukan dalam Veda. Selanjutnya ada berbagai jenis Yadnya yang  dilakukan manusia untuk mencapaikan perasaan atau pengharapannya, misalnya: untuk memohon penyucian, permohonan maaf tentunya dengan berbagai jenis persembahannya dengan tujuan akhir dipersembahkan kepada Tuhan (Hyang Widhi Wasa)
            Endaklah diketahui bahwa segala kebutuhan hidup masyarakat disediakan oleh para Dewa sebagai administrator-administrator alam semesta. Tidak ada seorangpun didunia ini dapat membuat sesuatu untuk dirinya sendiri, misalnya manusia tidak dapat membuat beras, demikian juga air, api, udara, tanah dan eter. Tanpa kekuatan Tuhan (Hyang Widhi Wasa) tidak mungkin ada sinar matahari, hujan, angin dan lain sebagainya yang berlimpah-limpah dan tanpa ada unsur itu seseorang tidak dapat hidup.

2.2.2. Diskrifsi Singkat Bentuk Pelaksanaan Dewa Yadnya
            1. Upacara Purnama Tilem dan Kliwon
            Pada hari Purnama (bulan penuh), Tilem (bulan mati), dan kliwon, merupakan hari yang diyakini sangat baik di dalam kita memuja Tuhan dan melakukan penyucian diri, melakukan persembahan terhadap Ida Sang Hyang widhi, para dewa, leluhur, serta menyampaikan rasa terima kasih pada unsur kekuatan alam.
            Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan jalan Yoga, semadi, tapa brata, dan melaksanakan pantangan-pantangan serta persembahyangan dengan cara menghaturkan sesajen yang disebut dengan persembahan.
2. Pelaksanaan Upacara Piodalan
Upacara Piodalan mengandung sebuah pengertian yaitu upacara peringatan hari disucikannya suatu bangunan tempat pemujaan umat Hindu dengan sarana upakara. Dapat pula dikatakan hari jadi suatu bangunan tempat suci tersebut. Piodaln bertujuan untuk memelihara dan menjaga secara spiritual kesucian alam kosmik, sehingga bangunan suci layak dijadikan tempat untuk memuja Ida sang Hyang widhi dalam berbagai manifestasinya. Sesajen-sesajen yang digunakan selain untuk persembahyangan dan sebagai perwujudan atau yantra yang dapat berfungsi sebagai penyucian.
  1. Pelaksanaan hari-hari suci
Pelaksanaan hari-hari suci Hindu selalu didasarkan pada :
a.       Menurut Sasih dan Tahun: Hari raya Siwaratri dan hari raya Nyepi
b.      Menurut Wuku: hari raya Galungan, kuningan, Saraswati dll.







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Merujuk dari uraian diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa yadnya mengandung sebuah pengertian yang sangat luas, yang ditinjau dari etimologhi katanya, bahwa yadnya berasal dari kata Yaj yang artinya memuja, mempersembahkan atau korban. Kemudian dari kata Yaj ini muncul istilah Yadnya, yajur dan Yadjamana. Kemudian banyak sumber-sumber sastra suci yang dijadikan acuan atau dasar tujuan pelaksanaan yadnya, seperti apa yan terdapat dalah kitab suci Bhagawadghita,

    Ishta bhogaan hi vo deva
    dasyante yahjna bhaita
   tair datta apradaai byo
    yo bhunkte stena eva sah. (Bh. G.III.12)
    Sebab dengan yadnyamu (pujaanmu) Hyang Widhi (dewata) akan memberkahi kebahagiaan bagimy, dia yang tidak membalas rakhmat ini kepada-Nya, sesungguhnya adalah pencuri.
            Disamping hal tersebut diatas Yadnya juga mempunyai pengertian korban suci yang tulus ikhlas kepada para Dewa yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya, kepada para leluhur, para maha Rsi dan guru suci yang bertendensi dengan konsep Tri Rna. Kemudian bentuk-bentuk pelaksanaan Yadnya dapat terwujud berupa upacara-upacara yang termasuk didalamnya yaitu  upacara Purnama, Tilem, Piodalan dan upacara-upacara berdasarkan hari-hari suci tertentu.

3.2 Saran –Saran
            Berdasarkan uraian makalah diatas, sekiranyalah umat Hindu dapat lebih memahami nilai-nilai ajaran Agama Hindu itu sendiri khususnya memahami konsep Yadnya. Yang tentunya masih banyak konsep-konsep Yadnya tertidur dalam lipatan buku suci, yang dituntut kita untuk menggali ajaran tersebut. Sekiranya juga dalam pembuatan makalah ini belum maksimal mungkin, karena keterbatasan reprensi.
             
           
DAFTAR PUSTAKA

  1. Suarjaya, Dr. I Wayan, dkk. 2008. Panca Yadnya. Widya Dharma ; Denpasar
  2. Suparta, I Nyoman Suda, dkk. 2002. Agama Hindu. Ganeca Exact : Jakarta
  3. Pujda, I Gede. 1999. Manava Dharmasastra. Paramita : Surabaya
  4. http/www.wikipedia.co.id.Panca yadnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar